BC SMK YASTI ONLINE
 

Tingkatkan Penjualan Melalui Sales Force Excellence

Written by Manager
Thursday, 15 January 2009 13:47 -
SWA 07/XX/ 1 April 2004
    
Tingkatkan Penjualan Melalui Sales Force Excellence

Perubahan situasi bisnis memaksa PT Astra Otoparts melakukan serangkaian perubahan
strategi penjualan. Mengapa  Sales Force Excellence menjadi pilihan?
 Thomas Hartono, Manajer Penjualan PT Ardendi Jaya Sentosa (AJS) kini dapat tidur nyenyak.
Setelah didera kekhawatiran karena tren penjualan suku cadang kendaraan bermotor terus
menurun, akhirnya dalam 6 bulan terakhir kinerja penjualan di perusahaannya kembali
meningkat. Padahal sebelumnya, ia selalu cemas memenuhi target penjualan yang merupakan
tanggung jawabnya.
 
Sebagai dealer PT Astra Otoparts Tbk. (AOP) wilayah Bali, Lombok dan Nusa Tenggara Timur,
Thomas bertanggung jawab memenuhi target penjualan yang dibebankan AOP terhadap
perusahaannya. Tentu saja tidak mudah baginya memenuhi target itu, karena produknya
berhadapan dengan barang-barang aspal yang makin berseliweran, dan kecenderungan
produsen otomotif berhubungan langsung dengan pemilik kendaraan. Semua itu membuat
motivasi para wiraniaga  (salesman)-nya melorot, karena  merasa sulit mencetak
penjualan  untuk memenuhi target penjualan yang ditetapkan.
"Sekarang sudah berubah. Motivasi para salesman kami meningkat pesat," ujar Thomas
seraya menambahkan, pemicunya adalah program  Sales Force Excellence (SFE) yang
diterapkan AOP sejak pertengahan 2003. Yakni, program yang dirancang untuk
meningkatkan kompetensi dan semangat kerja tenaga penjualannya. Materi yang diberikan
ditujukan untuk membantu wiraniaga meningkatkan kinerjanya.
"Kami melihat SDM adalah unsur yang penting untuk menunjang peningkatan penjualan,"
ungkap Soesanto, Kepala Pengembangan Keahlian Pemasaran AOP yang menaungi 50 lebih
dealer di seluruh Indonesia. "Melalui program ini, kami berusaha menjalin hubungan yang lebih erat
dengan dealer, tidak hanya sebatas transaksional," tambahnya.
Selain itu, melalui SFE pula AOP berusaha lebih menjadikan para sales force sebagai mitra
yang juga butuh perhatian dan pengembangan. Dijelaskan Soesanto, selama ini kebanyakkan
perusahaan menjadikan sales force-nya sebagai sapi perah, tanpa memperhatikan
kebutuhan mereka. "Kami selalu bicara tentang
kepuasan pelanggan, tapi jarang ada yang menyentuh sisi penjual itu sendiri. Bagaimana
mereka bisa memuaskan pelanggan kalau mereka sendiri tidak puas," ungkapnya.
Soesanto menerangkan, sebelumnya hubungan antara AOP dengan dealernya hanya sebatas
transaksional. AOP membebankan target penjualan yang harus dipenuhi
dealer. Jika dealer bisa mencapai target, maka dipertahankan, tetapi jika tidak, besar kemungkinan
dealer diberhentikan dan digantikan dealer baru. "Bagi AOP gampang saja mengganti
dealer . Banyak yang berminat menjadi partner AOP," ujar Soesanto.

Namun rupanya, pendekatan seperti itu menimbulkan dampak kurang baik, terutama bagi toko
dan bengkel yang selama ini menjual produk-produk AOP. Pasalnya, tidak ada ikatan
emosional yang positif dan saling menguntungkan. "Apa yang bisa disumbangkan AOP
terhadap para mitranya ini. Apakah hanya sebatas keuntungan, atau lebih dari itu," kata
Soesanto. Maka, melalui SFE pihaknya berharap bisa memberikan kontribusi kepada dealer
untuk meningkatkan penjualan.

Melalui SFE, AOP memberikan berbagai pelatihan bagi sales force-nya yang sebenarnya
bukan karyawan AOP, melainkan karyawan dari dealer yang menjadi mitra AOP.
Berbeda dari kebanyakan pelatihan yang dilakukan, SFE menggunakan metode
pelatihan jarak jauh dengan medium compact disk (CD) atau kaset. Menurut Soesanto,
metode ini jauh lebih mengena ketimbang metode pelatihan lainnya, karena
berdasarkan pengalaman mereka dengan menggunakan metode pesan berantai,
materi yang akhirnya diterima oleh wiraniaga hanya tinggal separuhnya.
"Dengan cara ini, dipastikan materi dapat sampai dengan utuh," katanya.
Disebutkan Soesanto, sebelumnya AOP pun sering mengadakan program pelatihan yang
dipusatkan di Jakarta. Cara ini dirasa kurang efektif, karena berdasarkan hasil survei yang
mereka lakukan, hanya 30% peserta pelatihan yang benar-benar memiliki motivasi belajar di
Jakarta. "60% lainnya hanya ingin jalan-jalan," kata Soesanto. Selain itu, materi pelatihan yang
mereka berikan pun tidak bertahan lama. "Materi pelatihan paling lama hanya bertahan satu
bulan di benak mereka, selebihnya mereka kembali ke kebiasaan lama," lanjutnya.
Karena itu, Soesanto menegaskan, program SFE dirancang menjadi program yang
berkesinambungan. "Setiap minggu mereka memperoleh satu materi pelatihan," katanya.
Karena materi diberikan dalam bentuk CD atau kaset, maka dapat diputar berulang-ulang
sesuai dengan keperluan wiraniaga. Untuk itu, AOP membuat divisi baru
yaitu Divisi Marketing Skill Development (MSD) yang Tingkatkan Penjualan Melalui
Sales Force Excellence langsung bertanggung jawab pada direksi.

Salah satu tugas MSD menyiapkan materi pelatihan yang dibagikan ke dealer
setiap minggu. Soesanto mengatakan, materi yang mereka siapkan menyangkut berbagai hal:
motivasi, cara menjual, teknik negosiasi, dan berbagai tema lain. "Kami berusaha membuat
materi sesederhana mungkin agar mudah dimengerti," katanya.
Dengan diterapkannya program ini, AOP mewajibkan para dealernya mengadakan briefing
sebelum menerjunkan wiraniaga ke lapangan. Selain itu, dalam setiap pertemuan mingguan,
dealer diwajibkan menyisipkan waktu sekitar 20 menit untuk membahas satu materi.
"Kami akan memonitor melalui laporan yang mereka berikan setiap bulannya," ujar Soesanto.
Meskipun awalnya sempat mendapatkan resistensi dari wiraniaga, Thomas menegaskan,
program ini akhirnya memberikan manfaat sangat besar bagi wiraniaga itu sendiri. Dia
menambahkan, awalnya wiraniaga menolak briefing setiap pagi. Akan tetapi, setelah tiga bulan
berjalan, wiraniaga mulai merasakan manfaat dari setiap meeting dan briefing
yang dilakukan setiap pagi dan setiap minggu. Bahkan, lanjut Thomas, kini para
wiraniaga telah menjadikan briefing sebagai kewajiban yang harus mereka lakukan setiap pagi.
Sebagai bahan perbandingan dan juga untuk memacu motivasi wiraniaga, AOP juga
melakukan program pertukaran success story dari daerah satu dengan daerah lain. Menurut
Thomas, pertukaran cerita sukses ini telah memberi inspirasi wiraniaga untuk meraih sukses
lebih besar. "Sekarang mereka tidak hanya ingin tahu kondisi di daerahnya sendiri, tapi
cakupannya sudah nasional," ujarnya.

Agar para wiraniaga tertarik mengikuti program ini, setiap 6 bulan sekali AOP
menyelenggarakan acara Sales Rally Award, yaitu ajang yang mempertemukan para wiraniaga
terbaik dari masing-masing  dealer untuk diuji penguasaannya terhadap materi pelatihan
yang telah diberikan. Program yang diadopsi dari industri asuransi ini menjanjikan
hadiah berupa liburan ke luar negeri dengan menggunakan kapal pesiar.
"Ini adalah metode pembelajaran yang agak dipaksa tapi bagus sekali," kata Soesanto.
Dijelaskan Soesanto, untuk menentukan formula yang tepat bagi program SFE, sebelumnya
AOP melakukan benchmark terhadap beberapa industri lain, seperti multilevel marketing
melalui Network 21 (Amway), asuransi (Prudential), otomotif (Oli Top 1),
consumer (Coca-Cola) dan rokok (BAT). "Kami mencoba melihat bagaimana
mereka mengelola force -nya," katanya.
 -
Selain itu, AOP juga membuat perbandingan antara kondisi saat ini dan proyeksi yang
diharapkan hingga tahun 2005. "Terlihat adanya gap antara kondisi saat ini dengan kondisi
yang diinginkan," katanya. Karenanya, AOP mencoba mencari solusi untuk menutup gap itu.
Diakuinya, melalui studi banding mereka mendapatkan konsep yang berbeda-beda. Namun,
dari sanalah mereka bisa mendesain formula force seperti apa yang sesuai dengan yang
mereka butuhkan.
Soesanto mengakui, tidak mudah bagi AOP mengubah paradigma wiraniaganya. Sebelumnya,
wiraniaga menjual suku cadang layaknya menjual komoditas lain. Namun, melalui program SFE
ini mereka ingin mengubah paradigma itu menjadi pemasaran dengan menggunakan know-how
technic .
Maka, dalam program ini AOP juga membekali wiraniaganya pengetahuan produk yang
memadai. "Suku cadang adalah barang teknis, karenanya pemasarnya pun harus memiliki
pengetahuan produk yang mumpuni," tutur Soesanto.
Dimata Yadi Budhi Setiawan, Direktur Pengelola Force One, Konsultan Distribusi dan
Penjualan, apa yang dilakukan AOP merupakan langkah sangat tepat. Menurutnya, AOP
sebagai perusahaan distribusi memang harus memberikan perhatian yang lebih besar kepada
wiraniaganya. Namun, tidak mudah bagi AOP mengubah paradigma yang sudah sangat lama
digunakan oleh wiraniaga AOP. "Mengubah paradigma pada lini depan jauh lebih sulit
dibanding pada level manajemen puncak," Yadi bertutur. Karena itu, menurut Yadi, program
SFE tidak bisa dijadikan program jangka pendek.

Senada dengan Yadi, AOP pun menjadikan SFE sebagai program jangka panjang. Karenanya,
AOP tidak menuntut dapat melihat hasil dari program ini dalam waktu 6 bulan atau satu tahun
saja. "Sales Force Excellence ini akan menjadi program yang berkesinambungan, dan
kurikulum pengembangan  force AOP," tuturnya.

Meski dalam program ini ada investasi yang ditanamkan AOP, menurut Soesanto, target
program ini tidak langsung berhubungan dengan penjualan. "Memang kami mengharapkan ada
dampaknya terhadap penjualan. Tapi, kami tidak berani menyebutkan kalau peningkatan
penjualan itu semata karena program ini," Soesanto menerangkan Ia menambahkan,
meningkat atau menurunnya penjualan juga bergantung pada dukungan pemasaran lainnya,
sehingga program ini juga akan terafiliasi dengan program pemasaran lainnya.
Berbeda dari Soesanto, Thomas mengatakan bahwa program SFE berdampak sangat besar
terhadap penjualan. Sebagai contoh, semester I/2003 AJS hanya mampu memenuhi 70%
target penjualan. Namun, keadaan berbeda 180% pada semester berikutnya. "Kami bisa
melampaui target penjualan di semester II," ujar Thomas seraya menjelaskan di semester itu
program SFE mulai berjalan.

Yadi menengarai, program SFE merupakan usaha AOP keluar dari captive market-nya. Dalam
kondisi bisnis seperti saat ini AOP tidak bisa lagi hanya mengandalkan pasar dari induk
mereka, Astra International. Menurut Yadi, persaingan saat ini sudah sangat terbuka -- berbagai
produk impor dari Cina, Taiwan, Korea, Jepang dan negara-negara lain beredar di Indonesia.
 
Dikatakan Yadi, di negara seperti Indonesia, di mana tidak ada pembatasan umur kendaraan
bermotor, industri suku cadang otomotif memang pasarnya menjanjikan. "Pasar suku cadang di
Indonesia amatlah besar," ungkap Yadi. Karenanya tak heran, semakin banyak produsen dari
luar negeri yang membidik pasar suku cadang di Indonesia.
Diakui Soesanto, kondisi industri otomotif nasional mengalami perubahan sangat signifikan
dalam tiga tahun terakhir. Grup Astra sebagai induk dari AOP yang dulu dikenal sebagai raja
otomotif nasional -- karena menguasai manufaktur dan distribusi -- kini berubah menjadi Astra
yang sifatnya trading. Sebagian besar perusahaan manufaktur Astra kini telah diambil alih
prinsipalnya. "Astra kini harus memosisikan diri sebagai  marketing
company ,"katanya. Perubahan ini pun berdampak pada AOP sebagai perusahaan yang memiliki
keterkaitan cukup besar pada induknya itu.

Sebenarnya AOP telah melakukan berbagai antisipasi sejak beberapa tahun lalu. Salah satu
langkah yang ditempuh kala itu adalah mengembangkan merek sendiri. "Kami harus mulai
mengurangi ketergantungan pada prinsipal," Soesanto menegaskan. Usaha ini menurutnya
cukup membuahkan hasil, di mana salah satu merek yang dikembangkan AOP, yaitu Aspira
mendapat tanggapan cukup baik di pasar. Kini, selain Aspira, AOP juga memiliki Daiwa, dan
beberapa merek lain.

Namun, upaya mengurangi ketergantungan pada prinsipal saja dirasa belum memadai.
Karenanya, AOP berusaha kembali pada kompetensi awalnya sebagai distributor. AOP sangat
sadar bahwa kekuatannya terletak pada distribusi. "Kalau nanti jaringan pun dikuasai asing,
maka Astra tidak mempunyai taji lagi," Soesanto berujar. Maka, AOP mencoba memperkuat
posisi di jalur distribusi.

Upaya lain yang dilakukan AOP untuk memperkuat jalur distribusi, yaitu mengembangkan gerai
ritel suku cadang modern: Shop and Drive dan Shop and Ride. Saat ini penjualan suku cadang
pun telah merambah gerai modern. "Di Indonesia memang belum signifikan, tapi di negara lain
sekarang sudah ramai. Tak ada salahnya jika kami mengantisipasi sejak dini," kata Soesanto.
Saat ini, AOP memiliki 20 lebih gerai ritel suku cadang modern di beberapa kota besar di
Indonesia.

Pastinya, dengan serangkaian strategi tersebut, Soesanto yakin AOP akan dapat mencapai
target pertumbuhan penjualan di atas 10%. "Amunisi yang kami miliki sudah cukup lengkap.
Kami yakin bisa mencapai target pertumbuhan penjualan," ujarnya mantap.
     Penulis:  Taufik Hidayat
 
 
 

ETALASE
SALES FORCE
PROMO JULI
 
Today, there have been 2 visitors (2 hits) on this page!
This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free